AKU MENANAM DIRI

Bookmark and Share
AKU MENANAM DIRI
Isbedy Stiawan ZS

Tinggal pakaian selembar di tubuh, ketika kutinggalkan rumah
yang menabung sunyi. Tiada tangan memberi salam, tiada sapa bagi
lambaian;
maka selamat tinggal kenangan kenangan dan akan kupahat
di batu nisan. Tapi, di pemakaman mana sisa kenangan, lambaian, atau
salam kutancapkan jadi prasasti

Entahlah apa aku akan kembali menemui rumah sunyiku.
Menyalami tangan dan membalas lambaian dengan ucap, padahal tiada
perempuan menunggu serta anak-anak yang sibuk mencaricari petak umpet di beranda.

Aku luruhkan pakaianku yang tinggal selembar lalu melempar ke liang.
Tak ada mata, aku telanjang menantang bulan muncul di sela mataku

Serupa seorang petualang, berabad-abad aku mencari alamat
rumah. Aku rindukan lambaianmu, mengenang salam yang kau ikrarkan setiap
pagi dan petang
sebelum pintu rumah tertutup dan lampu menyala.

Alangkah perih! Kurayu gemuruh
badai agar tersenyum pada perahu yang melintas. Dadaku
telah menyimpan
dendamnya. Tanganku sampai memeluk pantai
dalam telanjang. Kutinggalkan pakaian selembar di tubuh,
ketika kau diamkan
aku dalam rumah yang menabung sunyi. Aku sendiri
membaca peta, mengurai
alamat tak tercatat. Pecah ucap ke dalam igau dan mimpi
Aku tengah menanam diri

dini hari, 23 Agustus 2002

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar